PROFIL TOKOH


 
ANTON B ALAM
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur
Masa jabatan 20 Februari 2009–30 Oktober 2009
Pendahulu       Herman Suryadi Sumawiredja
Pengganti        Pratiknyo

Kadiv Humas Mabes Polri
Mulai menjabat 28 Desember 2010
Pendahulu       Irjen Pol Iskandar Hasan

Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan
Masa jabatan 14 Mei 2008–20 Februari 2009
Pendahulu       Brigjen Pol H. Halba Rubis Nugroho
Pengganti        Brigjen Pol Dr. Untung Suharsono Radjab

Lahir    15 Agustus 1956  Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia
Suami/Istri       Hj. Tine Anton Bachrul Alam
Agama             Islam

Irjen Pol Drs. H. Anton Bachrul Alam, S.H. (lahir di Mojokerto, Jawa Timur, 15 Agustus 1956 ) menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur pada 20 Februari 2009[1] hingga 30 Oktober 2009. Sebelumnya Anton adalah Kapolda Kalimantan Selatan.
Ia adalah salah seorang tokoh kepolisian yang giat menekankan tingkat keagamaan para anggotanya. Salah satunya adalah himbauan memakai jilbab bagi para Polwan dan khataman Al Qur'an di Mapolda Jatim.[2]

Karier Pendidikan
Dasar kepolisian
Akpol (1980)
PTIK (1988)
Sespim Pol (1997)
Sespati (2003)

Kursus / Kejuruan / Pendidikan Luar Negeri
Pa Sandi Hkm (1983)
Kursus Pembinaan Mental ABRI (1995)
Lalu Lintas di Apeldoorn Gel-IV (1990)
Perti (1995)

Selain pendidikan Polri, perwira tinggi yang banyak berkarier di Satuan Lalu Lintas (Satlantas), ia menempuh pendidikan formal SD (1969), SMP (1975), SMA (1975). Kampung halaman Anton berada di Pare, Kabupaten Kediri, Jatim.

TMT Kepangkatan
Letda Pol (01-04-1980)
Lettu Pol (01-04-1982)
AKP (01-10-1985)
Kompol (01-10-1991)
AKBP ( 01-10-1997)
Kombes Pol (01-04-2001)
Brigjen Pol (01-01-2006)
Irjen Pol (23-03-2009)

Riwayat Jabatan
(1980) Dan Sekta 506-01/PTS
(1981) Dan Sat Lantas Res 506/ Kapuas Hulu
(1983) Kasi Pam Res 503/SKW
(1984) Kapolsek Pontianak Utara
(1986) Spripim Polda Kalbar
(1988) Wakasat Serse Poltabes Bandung - Polda
(1989) Kapolsekta Kiara Condong Resta Bandung Tengah
(1990) Wakasat Lantas Polwiltabes Bandung
(1991) Instruktur Pusdik Lantas Ditdik Polri
(1992) Kasat Lantas Polres Metro Jaksel Polda Metro Jaya
(1993) Kapolsek Metro Penjaringan Polda Metro Jaya
(1994) Kasubbag SIM Polda Metro Jaya
(01-03-1996) Kasat Idik Laka Dit Lantas Polda Metro Jaya
(01-06-1997) Kapolres Dilli Polda Timor Timur
(01-11-1997) Kapolres Sukabumi Polda Jabar
(01-12-1998) Pabandya IV Set Deops Kapolri
(01-04-1999) Sesdit Lantas Polda Jatim
(01-03-2000) Wakapolwil Madiun Polda Jatim
(01-11-2000) Kadispen Polda Metro Jaya
(02-09-2002) Kapolwil Bogor Polda Jawa Barat
(01-01-2003) Irwasda Polda Bali
(16-01-2004) Wakapolda Riau
(21-12-2004) Kapolda Kepri (Struktur Persiapan)
(09-12-2005) Wakadiv Humas Polri
(14-05-2008 - 20-02-2009) Kapolda Kalimantan Selatan
(20-02-2009 - 30-10-2009) Kapolda Jawa Timur
(30-10-2009 - 01-10-2010) Staf Ahli Kapolri bidang Sosial-Ekonomi
(01-10-2010 - 28-12-2010) Staf Ahli Kapolri bidang Sosial-Politik
(28-12-2010 - sekarang) Kadiv Humas Polri


PRATIKNYO
Irjen Pol Drs. Pratiknyo, SH (lahir di Pati, Jawa Tengah) adalah Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur sejak 30 Oktober 2009[1] hingga 20 Agustus 2010 menggantikan Irjen Pol Anton Bachrul Alam. Sebelumnya, Pratiknyo pernah menjabat sebagai wakil kepala Baintelkam Polri, Wakapolda Kalimantan Timur, Irwil I Itwasum Polri, dan Kapolwil Kediri.
Menjelang Lebaran 2010, dia digantikan mantan Kadiv Binkum Mabes Polri, Irjen Pol Badrodin Haiti. Pratiknyo kemudian kembali menjabat sebagai Wakabaintelkam Polri (dalam rangka restrukturisasi).


ERWIN MAPPASENG
Komjen (purn) H. Andi Muhammad Erwin bin Mappaseng atau Erwin Mappaseng (lahir di Bone, 17 Januari 1948 – meninggal di Guangzhou, China, 16 Maret 2011 pada umur 63 tahun) adalah mantan Kepala Bareskrim Polri di era Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar. Dia juga pernah menjabat Kapolda Jawa Tengah dan Kapuslabfor Polri. Erwin merupakan alumnus Akpol 1973.


EDWARD ARITONANG
Irjen Pol Drs. Edward Aritonang, MM (lahir di Rantau Prapat, Labuhanbatu, Sumatera Utara, 23 September 1953; umur 57 tahun) adalah Kepala Polda Jawa Tengah yang menjabat sejak 23 Agustus 2010 menggantikan Alex Bambang Riatmodjo. Nama Edward banyak dikenal publik kala dia menjabat Juru Bicara Investigasi Bom Bali. Namanya kian terkenal kala menjabat Kadiv Humas Polri.


JOHNY ASADOMA
AKBP Johny Asadoma adalah perwira Polri asal NTT yang memimpin Kontingen Garuda yang bergabung dalam Pasukan Perdamaian PBB di Darfur, Sudan. Kontingen tersebut berangkat pada 11 Oktober 2008.

Sebelum masuk sebagai taruna Akpol, Johny Asadoma adalah petinju nasional Indonesia (amatir) dengan berbagai prestasi tingkat nasional dan internasional.

Karier sebagai polisi
Kapolres Binjai
Karier sebagai petinju
Medali perunggu kelas layang kejuaraan Sarung Tinju Emas ke-7 di Denpasar (1982) -mewakili NTT
Medali emas kelas layang Sea Games XII di Singapura (1983)
Medali emas Piala Presiden VII di Jakarta (1984)
Mewakili Indonesia dalam Olimpiade XXII di Los Angeles (1984) namun kalah di babak penyisihan


ROEKMINI KOESOEMO ASTOETI
Roekmini Koesoemo Astoeti (lahir di desa Tobo, Bojonegoro, Jawa Timur, 4 September 1938 – meninggal di Jakarta, 2 September 1996 pada umur 57 tahun) adalah wanita kedua yang mencapai pangkat jenderal polisi di Indonesia.

Latar belakang
Brigjen Polisi Roekmini dilahirkan sebagai anak keenam dari delapan bersaudara dari pasangan R. Soedarso dan Raden Ayu Soemina. Masa kecilnya dilaluinya dengan berat setelah ayahnya, Kepala Kehutanan Saradan, Madiun, meninggal dunia saat Roekmini baru berusia 7 tahun dan masih duduk di Sekolah Dasar. Sepeninggal ayahnya itu, Roekmini bersama kakaknya, Palupi, ikut pamannya.

Dalam keadaan yang serba sulit itu, pada tahun 1952 ia bersama kakaknya menulis surat kepada Presiden Soekarno, meminta agar dikirimi sepeda. Enam bulan kemudian ia bersama kakaknya diminta datang ke Karesidenan Madiun karena Bung Karno akan memberikan mereka uang sebesar Rp.500 untuk membeli sepeda. Pemberian uang itu ditolaknya, karena yang mereka butuhkan bukan uang melainkan sepeda. Akirnya, residen pun membelikan sepeda dari uang tersebut.

Mengabdi di Kepolisian
Selesai pendidikannya di SMA, Roekmini melanjutkan studinya di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Setelah tamat pada 1964, atas saran sahabat dekatnya, Pater Blood, ia memilih kariernya di kepolisian.

Berbagai tugas pernah dilaluinya: menjadi Staf Asisten Intel Khusus di Polwil 096 Yogyakarta, Kepala Seksi Pengawas Keamanan Negara (PKN), Kepala Seksi Pembinaan Ketertiban Masyarakat, Kepala Seksi Psikologi, Kepala Biro Organisasi Sosial Politik Kowilhan II/Jawa Madura. Namun salah satu tugasnya yang pailng berat ialah ketika sebagai Staf Asisten Intel ia harus menangani kasus pemerkosaan Sum Kuning yang melibatkan anak-anak penggede di wilayahnya.

Menjadi anggota DPR
Berbagai prestasinya menyebabkan Roekmini kemudian ditunjuk sebagai anggota DPR untuk mewakili Polri pada 1982, sebagai satu-satunya perempuan di antara 90 anggota Fraksi ABRI saat itu. Ia sempat ditugasi di Komisi IX dan Komisi IV, dan belakangan di Komisi II yang berhadapan dengan banyak kasus yang menyangkut kehidupan rakyat kecil langsung, seperti kasus tanah.

Roekmini berkeyakinan bahwa ABRI harus bisa menyuarakan kepentingan rakyat, dan memperjuangkan agar proses pengambilan keputusan politik tidak meninggalkan rakyat. Apa yang diucapkannya dari kursi DPR juga diwujudkannya dalam kehidupan kesehariannya. Roekmini tidak segan-segan menumpang kereta api bolak-balik setiap minggu menempuh jarak Jakarta-Yogyakarta. Kalau keretanya penuh, berdiri atau tidur di lantai pun jadi," kata Roekmini."

Roekmini adalah tokoh yang unik di Gedung MPR/DPR karena sebagai anggota Fraksi ABRI keberpihakannya kepada rakyat kecil sangat jelas. Tampaknya pengenalannya secara langsung akan kehidupan rakyat kecil menyebabkan Roekmini tampil sebagai anggota DPR yang sangat vokal. Namun Roekmini mengaku bahwa semua ucapannya di istana wakil rakyat itu sudah dikonsultasikannya dengan atasannya terlebih dulu. "Tapi kalau kemudian komentar-komentar saya dinilai terlalu keras, paling kata mereka yah memang dari dulu Roekmini keras begitu. Yang jelas saya kan tidak mengkhianati UUD 45, Panca Sila dan ABRI," katanya. Betapapun juga, Roekmini harus membayar mahal untuk keberaniannya itu. Setelah dua periode akhirnya pada 1992 ia dicopot dari DPR bersama sepuluh orang rekannya dari Fraksi ABRI.

Mengabdi di Komnas HAM
Selesai menjalankan tugasnya di DPR, Roekmini dipindahkan ke Markas Besar ABRI sebagai staf yang membantu Kasospol ABRI. Namun tugas itu tidak lama dijalaninya karena pada 1993 Roekmini kemudian mendapat kepercayaan untuk duduk di Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia. Tampaknya ini adalah tempat yang sangat tepat baginya karena pada masa-masa terakhir Orde Baru Komnas HAM menjadi tumpuan pencari keadilan.

Ketika kanker di tenggorokan dan pita suaranya menggerogoti tubuhnya dan Roekmini harus dirawat intensif di RSPAD Jakarta, ia tetap menaruh perhatian terhadap masalah-masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia. Ia sangat menaruh perhatian khususnya kasus penyerbuan Kantor Pusat PDI pada Peristiwa 27 Juli 1996. Bahkan pada saat peristiwa tersebut terjadi, beliau masih memaksakan diri untuk terus melakukan komunikasi dengan putri sulungnya yang berada di lokasi kejadian sejak tengah hari. Dari laporan-laporan langsung tersebut beliau akhirnya mendapat gambaran yang lebih jelas tentang peristiwa penyerbuan tersebut. Keprihatinannya yang sangat tinggi terhadap peristiwa penyerbuan tersebut sering membuatnya lupa akan kondisi kesehatannya yang semakin menurun. Ia sering bertanya kepada ajudannya, "Kapan Komnas HAM rapat lagi soal PDI. Saya mau kabur sebentar dari sini, ikut rapat." Ia masih ingin memberikan masukan untuk laporan akhir Komisi tersebut. Namun demikian Tuhan menentukan lain. Pada 2 September 1996 ia berpulang kepada Penciptanya.
Jenazahnya dibawa ke Desa Baerejo, Kebonsari, Madiun, untuk dimakamkan di Mangunarsan, makam keluarganya.

Keluarga
Roekmini meninggalkan suami, Ir. Mas Soejono, seorang dosen di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, dan seorang anak perempuan dan tiga laki-laki yaitu Sih Wening Wijayanti, Ardi Wijaya, Giri Wijaya Sidi, dan Bagus Aji Mandiri.

Karya tulis
Mata Hati Roekmini: Nurani untuk Hak Asasi (1996)


ITO SUMARDI
Kabareskrim
Mulai menjabat 30 November 2009
Pendahulu       Susno Duadji

Lahir                17 Juni 1953 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Agama             Islam


Komjen Pol Ito Sumardi Djunisanyoto (lahir di Bogor, Jawa Barat, 17 Juni 1953; umur 57 tahun) adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (Kabareskrim) sejak 30 November 2009[1] menggantikan Komjen Pol Susno Duadji.

Sebelum menjabat Kabareskrim, Ito adalah Koorsahli Kapolri dan pernah menjabat Kapolda di dua propinsi yang berbeda. Yakni Riau dan Sumatera Selatan. Selama menjabat Kapolda Riau, nama Ito pernah tersandung skandal beking judi yang membuat dia di-"Mabeskan" saat menjadi Kapolda Sumsel. Selama setahun terakhir itulah dia menjabat Koorsahli.

Penunjukan Ito pada 24 November 2009 diumumkan oleh Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Nanan Soekarna.

Pada 9 Desember 2009, Ito yang semula berpangkat Inspektur Jenderal Polisi dinaikkan menjadi Komisaris Jenderal Polisi[2] dengan tiga bintang di pundak, sebab posisi Kabareskrim yang dia pegang mengharuskan perwira tinggi dengan pangkat Komjen.


SUSNO DUADJI
Kabareskrim Mabes Polri
Masa jabatan 24 Oktober 2008–30 November 2009
Pendahulu       Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri
Pengganti        Komjen Pol Ito Sumardi Djunisanyoto

Kapolda Jawa Barat
Masa jabatan 15 Januari 2008–24 Oktober 2008
Pendahulu       Irjen Pol Soenarko Danu Ardanto
Pengganti        Irjen Pol Timur Pradopo

Lahir    1 Juli 1954 Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, Indonesia
Suami/Istri       Herawati
Agama             Islam

Komjen Pol Drs. Susno Duadji, S.H, M.Sc. (lahir di Pagar Alam, Sumatera Selatan, 1 Juli 1954) adalah mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim Polri) yang menjabat sejak 24 Oktober 2008[1] hingga 24 November 2009[2]. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kapolda Jawa Barat.

Keluarga
Susno adalah anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya bernama Duadji dan ibunya bernama Siti Amah. Ia adalah suami dari Herawati dan bapak dari dua orang putri.

Karier
Lulus dari Akabri Kepolisian 1977, Susno yang menghabiskan sebagian kariernya sebagai perwira polisi lalu lintas, dan telah mengunjungi 90 negara untuk belajar menguak kasus korupsi. Kariernya mulai meningkat ketika ia dipercaya menjadi Wakapolres Yogyakarta, dan berturut-turut setelah itu Kapolres di Maluku Utara, Madiun, dan Malang. Susno mulai ditarik ke Jakarta, ketika ditugaskan menjadi kepala pelaksana hukum di Mabes Polri dan mewakili institusinya membentuk KPK pada tahun 2003. Tahun 2004 ia ditugaskan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sekitar tiga tahun di PPATK, Susno kemudian dilantik sebagai Kapolda Jabar dan sejak 24 Oktober 2008 menggantikan Irjen Pol Soenarko Danu Ardanto. Ia menjadi Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri menggantikan Bambang Hendarso Danuri[3].

Susno Duadji sempat menyatakan mundur dari jabatannya pada tanggal 5 November 2009, akan tetapi pada 9 November 2009 ia aktif kembali sebagai Kabareskrim Polri.[4] Namun demikian, pada 24 November 2009 Kapolri secara resmi mengumumkan pemberhentiannya dari jabatan tersebut.[2]

Kode sebutan (call sign) Susno sebagai "Truno 3" atau orang nomor tiga paling berpengaruh di Polri setelah Kapolri dan Wakapolri, menjadi populer di masyarakat umum setelah sering disebut-sebut terutama dalam pembahasan kasus kriminalisasi KPK. Meskipun demikian, kode resmi untuk Kabareskrim sesungguhnya adalah "Tribrata 5", sedangkan Truno 3 adalah kode untuk Direktur III Tipikor (Tindak Pidana Korupsi).

Riwayat karir Susno Duadji sebelum menjabat sebagai Kabareskrim Polri, sbb:
Pama Polres Wonogiri tahun 1978
Kabag Serse Polwil Banyumas tahun 1988
Waka Polres Pemalang tahun 1989
Waka Polresta Yogyakarta tahun 1990
Kapolres Maluku Utara tahun 1995
Kapolres Madiun tahun 1997
Kapolres Malang tahun 1998
Waka Polwitabes Surabaya tahun 1999
Wakasubdit Gaptid Dit Sabhara Polri tahun 2001
Kabid Kordilum Babinkum tahun 2001
Kabid Rabkum Div Binkum Polri tahun 2001
Kapolda Jawa Barat tahun 2008

Pendidikan
Susno Duadji merupakan lulusan Akabri Kepolisian dan mengenyam berbagai pendidikan antara lain PTIK, S-1 Hukum, S-2 Manajemen, dan Sespati Polri. Ia juga mendapat kursus dan pelatihan di antaranya Senior Investigator of Crime Course (1988), Hostage Negotiation Course (Antiteror) di Universitas Louisiana AS (2000), Studi Perbandingan Sistem Kriminal di Kuala Lumpur Malaysia (2001), Studi Perbandingan Sistem Polisi di Seoul, Korea Selatan (2003), serta Training Anti Money Laundering Counterpart di Washington, DC, AS [5].

Kontroversi
Pernyataan Susno yang berbunyi "Ibaratnya di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya" telah menimbulkan kontroversi hebat di Indonesia. Akibat dari pernyataan ini muncul istilah "cicak melawan buaya" yang sangat populer. Istilah ini juga memicu gelombang protes dari berbagai pihak dan membuat banyak pihak yang merasa anti terhadap korupsi menamakan diri mereka sebagai Cicak dan sedang melawan para "Buaya" yang diibaratkan sebagai Kepolisian.[6][7]
Kode "Truno 3" disebut dalam percakapan yang disadap oleh KPK sehubungan dengan kasus bank Century.
Pernyataan Susno yang berbunyi ”Jangan Pernah Setori Saya” juga terkenal saat ia menjabat sebagai kapolda Jabar.[8]
Susno mengungkapkan adanya seorang pegawai pajak yang mempunyai rekening tidak wajar. Pegawai pajak yang dimaksud adalah Gayus Tambunan dan akibat dari terbongkarnya kasus ini, beberapa jenderal polisi, pejabat kejaksaan, kehakiman dan aparat dari Departemen Keuangan Republik Indonesia kehilangan jabatanya dan diperiksa atas dugaan bersekongkol untuk merugikan negara.[9] Dari sebab itu, Susno sering disebut sebagai seorang whistle Blower.[10]
Susno menyebutkan seorang mafia kasus ditubuh POLRI yang bernama Mr. X , dikemudian hari diduga Mr.X itu adalah seorang mantan diplomat dan anggota BIN bernama Sjahril Djohan. [11]


LIKU LIKU MENJADI POLISI

KABID HUMAS PMJ, KOMBES BAHARUDIN D 

Keajaiban demi keajaiban saya alami.Kini saya sadari ternyata semua itu pertolongan Allah subhana wataala.

Mentari garang menjamahkan sinarnya ke pori-pori.Siang itu tim indonesiamaritimenews.com melangkah menaiki tangga menuju ruang kantor Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol.Drs. Baharudin Djafar, Msi untuk melakukan wawancara.

Kesan pertama menemui lelaki berdarah Bugis ini, ia adalah sesosok kaku dan protokoler. Namun semua kesan itu hilang sesaat setelah bertemu dan mewawancarainya.

Baharudin ternyata lelaki supel. Sebagai juru bicara Polda Metro Jaya ia professional dan informatif menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan.Kadang dengan data, asumsi dan menunjukan realita Kamtibmas di Indonesia khususnya wilayah tugasnya di Metropolitan.

Semakin lama bercengkrama dengan ayah dari lima anak ini, semakin kental terllihat pandangan dan sikap hidupnya yang religius.

Ahmadiyah
Ketika disinggung tentang penanganan kasus peristiwa berdarah di Cikeusik Banten, Baharudin menjelaskan Polda Metro Jaya tidak dilibatkan Hal itu ditangani Mabes Polri.

Sebetulnya,kata Baharudin mengutip pandangan KH. Hasyim Muzadi di salah satu TV Nasional dalam acara Kabar Pagi, semua persoalan ini tak perlu terjadi bila SKB tiga menteri dijalankan.

Bila ketentuan yang disepakati itu tidak dijalankan maka terjadilah hal yang tak diinginkan . Dan lagi-lagi yang disalahkan adalah Polisi, katanya menirukan perkataan mantan Ketua PBNU itu.

Ini semua, jelas Baharudin, tugas kita bersama untuk mensosialisasikannya, terhadap teman-teman di Ahmadiyah dan masyarakat lainnya agar tidak terjadi tindakan anarkis.

Pentingnya Iman
Polisi diberi tugas oleh Negara untuk mencegah terjadinya kemungkaran .Kemudian Polisi menjalankan tugas amar maruf dengan berkiprah memberikan pengayoman dan membina masyarakat.

Agar seluruh masyarakat bisa hidup aman, damai dan tentram, kita ajak agar mereka menjalankan agamanya masing-masing. Bagi agama Kristen kita suruh pergi ke Gereja dan bagi agama Islam kita ajak solat berjamaah ke masjid.Inilah contoh tugas polisi menjalankan amar maruf.

Kebetulan saya muslim,Lanjut Baharudin,masalah iman ini sangat penting .Dengan iman sesorang polisi akan selamat menjalankan tugasnya. Imanlah yang mejelamatkan seseorang di dunia dan akhirat.

Jujur mantan Wadir Intelkam Polda Sumut ini mengakui, pemahaman tentang pentingnya iman baru disadarinya delapan tahun belakangan ini. Ketika saya bergabung dengan teman-teman yang suka mengajak orang orang agar menjalankan perintah Allah.Kemudian mereka mengingatkan pentingnya iman, solat tepat waktu dan berjamaah serta memakmurkan masjid maka hidayah akan turun.

Sejak itu, ia pun melakukan perubahan dalam mendidik keluarga berupaya mendekatkan diri dengan agama. Setiap hari selalu ada taklim di rumahnya. Kami membaca Fadillah Amal karangan Maulana Iliyas, jelasnya. Kini agama menjadi acuan Baharudin setiap melangkah. Sebagai anggota Polisi ada celah untuk mencari nafkah di luar jalur ketentuan. Namun, ia merasa ngeri dan menutup mukanya dengan ke dua telapak tangan ketika disinggung dampak memberikan nafkah istri dan anak dengan uang tak diridhoi Allah Swt.

Allah Swt dalam Alquran menjelaskan,kata Baharudin, kehidupan akan aman, damai dan sejahtera bila perintah Allah Swt dijalankan . Sebaliknya bila melakukan maksiat maka akan turun bencana.

Apa yang terjadi pada kita semuanya adalah sebab kesalahan kita.Salahkan diri kita jangan menyalahkan orang lain . Bila kita menyadari semua kejadian adalah kesalahan kita kemudian kita perbaiki sehingga tersebarlah kebaikan, maka kehidupan kita ini damai dan sejahtera, kata Mantan Kabid Humas Polda Sumut ini penuh semangat.

Masuk Akpol
Awalnya Baharudin tak terpikir menjadi Polisi .Cita-citanya tak muluk-muluk hanya ingin menjadi guru.Saya melihat guru itu pekerjaan yang mulia. katanya menerawang ke masa silam mengenang saat ia masih SMA.

Kenyataan hidup dan garis tangan berkata lain.Orang tuanya yang hanya pegawai biasa tak mungkin dapat membiayai melanjutkan kuliah. Orang tua saya hanya pengawai 1C, katanya lirih.

Kendati demikian, Baharuddin tak mau masa depannya hanya berhenti sampai di situ. Ia terus berpikir bagaimana dan jalan apa yang harus ditempuh agar tetap melanjutkan pendidikan setelah tamat sekolah menengah atas.

Pada saat itu Akademi Kepolisian RI membuka kesempatan bagi pemuda Indonesia untuk menjadi Polisi RI.Kemudian Bahar mendaftarkan diri.

Baharuddin mendapat No.6. Ketika ia disuruh datang pada tanggal 16 Maret 1982 ternyata nomornya terbakartak ada dalam registrasi.Ia merasakan dunia seakan runtuh saat itu.

Ia kemudian disuruh datang kembali esok hari ternyata nomor itu pun tak ditemukan juga.Semakin tipislah harapannya melanjutkan pendidikan gratis di Akpol.

Namun, nasib berbicara lain, pada tanggal 21 Maret 1982 ia diperintahkan untuk datang lagi kemudian setelah dicek nomornya ternyata ada.Ia sempat heran nomor itu bisa ditemukan kembali. Hebatnya lagi, saya hanya disuruh tanda tangan tanpa mengikuti tes lagi. Ini adalah suatu keajaiban, katanya dengan suara agak bergetar.

Padahal pada saat tes berenang masuk Akpol hampir saja asanya hilang karena tak bisa berenang. Namun ia tetap masuk ke kolam berenang . Saya baca surat Qulajubirobbinnas sampai selesai. Kemudian saya menggoyang-goyang kaki. Ternyata saya bisa berenang., katanya tersenyum.

Keajaiban demi keajaiban terus dialami Baharudin.Ia bisa berenang bukan hanya ke depan malah bisa ke belakang. . Kini saya sadari itu adalah pertolongan Allah subhana wataala.

Hanya 44 hari
Perjalanan hidup ini ibarat perputaran roda kadang di atas suatu saat di bawah.Begitulah perjalanan kariernya di kepolisian tak semuanya mulus.Ada satu hal yang sangat membekas dihatinya, Ia pernah menjadi Kapolres diTebing Tinggi hanya 44 hari.Ini adalah perjalanan tugas di Kepolisian yang menyakitkan sekaligus pembelajaran.

Ketika itu anak buah saya melakukan operasi dan menangkap kendaraan mengangkut gula. Saya katakan kepada anak buah kalau bisa dibantu. Itulah salahnya saya mengapa saya katakan begitu, katanya menyesal.

Akibat perkataan itu lepaslah jabatannya sebagai Kapolres..Saya bertanggung jawab atas kejadian itu bukan anak buah . Ia bersyukur sanksi yang diterimanya datang di dunia bukan di akhirat. Semua kejadian itu saya ambil hikmahnya. Sejak saat itu saya menjalan tugas dengan hati-hati.

Menurut saya apapun profesi kita bila dijalankan dengan agama pasti bisa. Boleh saja orang menjalankan tugas tanpa agama kelihatan berhasil naik pangkat terus tetapi sebenarnya dia semakin jauh dari Allah Swt. Namun bila dilaksanakan dengan agama dunia dan akhirat pun dapat.Jabatan adalah amanah. Sebagai pimpinan , lanjutnya, tidak minta dilayani seharusnya melayani anak buah dengan demikian tidak sombong,tandas lelaki yang cepat akrab dengan kulitinta ini.

Pemahaman agama semakin kuat mewarnai Baharudin berkarier di Kepolisian Ia berfilosopi,Saya masuk Polisi tanpa uang. Naik jabatan tanpa uang.Bila naik jabatan dengan uang saya tidak mau,katanya dengan suara datar tapi tegas.

Bagaimana dengan tugas sebagai Kabid Humas Polda Metro Jaya? Banyak kerabat saya, kata Baharudin , yang ngeri mengemban tugas ini bila salah kata bisa membuka aib orang.Namun saya bilang mengapa ngeri saya malah senang.Di tugas inilah kita bisa menutupi aib orang.Namun wartawan yang membukanya,kata Juru Bicara Polda Metro Jaya ini dengan senyum tertahan mengakhiri percakapan saat mentari mulai beranjak ke Barat.Wawancara kami pun usai- indonesiamaritimenews.com-M.Arifin Mukendar. (MAM)
Sumber, http://indonesiamaritimenews.com/



TAUFIQ EFFENDI
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia ke-12
Masa jabatan 21 Oktober 2004–1 Oktober 2009
Presiden          Susilo Bambang Yudhoyono
Pendahulu       Muhammad Feisal Tamin
Pengganti        Widodo Adi Sutjipto (ad-interim)

Lahir    12 April 1941  Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Hindia Belanda
Kebangsaan     Indonesia
Agama             Islam

Brigjen Pol. (Purn) Drs. Taufiq Effendi, MBA. (lahir di Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Hindia Belanda, 12 April 1941) adalah Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu.

Pencapaian Akademik/Pendidikan Umum
Workshop on Strategic Management, Crisis and Public Relation, Institut Bisnis Manajemen Jayakarta, Jakarta, 1996.
Master Business Administration (MBA), Institut Bisnis Manajemen Jayakarta, Jakarta, 1993.
Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Fakultas Sosial Politik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1965.
Lulus SMA Negeri 6 Yogyakarta, 1960.

Pendidikan Kepolisian/ABRI
Kursus Tenaga Inti Sosial Politik ABRI, Seskogab, Bandung, 1988.
Sekolah Staf dan Komando ABRI bagian Kepolisian, 1978.
Sekolah Komando Kepolisian, 1976.
Sekolah Bentukan Dasar Perwira Kepolisian, 1971.

Pendidikan Luar Negeri
Airport Safety and Security, Sydney, Australia, 1983.
Advance Narcotics Course, Washington DC, USA, 1977.
International Police Academy, Washington DC, USA, 1975.

Perjalanan Karier
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu, 2004-2009.
Anggota DPR-RI (Wakil Ketua Fraksi Demokrat), 2004
Direktur Utama PT. Nawakara Bangun Nusantara, 1998-2003.
Senior Scientist/ Kepala Divisi Proyek Khusus UPT Industri Hankam, BPPT, 1993-1998.
Staf Ahli Kapolri, 1992-1993.
Ka-set Deputi Operasi Kapolri, 1990-1992.
Kasubdit Ramarda Bimmas, Mabes Polri, 1989-1990.
Kepala Direktorat Pembinaan Masyarakat Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah, Semarang, 1987-1989.

Karya Tulis
Jati Diri Bangsa Indonesia Menuju Indonesia Jaya (2008).
Menuju Demokrasi Yang Waras (2006).
Menulis Kembali Republik (2006).
Agenda Strategis Revitalisasi Birokrasi (2005).


ANSYAAD  MBAI
Inspektur Jenderal (Purn.) Drs. Ansyaad Mbai (Buton, Sulawesi Tenggara, 2 Juni 1948) adalah Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan di Indonesia. Ia juga adalah Wakil Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional.

Pendidikan
Akabri Pol Kepolisian (1973)
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (1981)
Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (19871988)
Advance Course For Senior Pol ADM, Tokyo (1989)
Sekolah Komando ABRI (1995)

Karier
Kepala Direktorat Reserse Polda Jawa Tengah
Wakil Kepala Polda Jawa Tengah
Wakil Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian
Direktur Reserse Umum Polri
Wakil Kepala Korps Reserse Polri (2000)
Asisten Intel Kapolri
Kepala Polda Sumatera Utara (2002)


EDMON ILYAS
Brigjen Pol Drs. Edmond Ilyas, MK adalah mantan Kapolda Lampung[1] dan Direktur II Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri. Nama Edmond mencuat setelah disebut mantan Kepala Bareskrim, Komjen Susno Duadji sebagai pihak yang ikut dalam Kasus Markus Polri dengan tokohnya Gayus Tambunan, seorang mantan pegawai pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia. Status Edmond dinyatakan terperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) dengan dugaan pelanggaran kode etik dan profesi terkait penyidikan kasus Gayus[2].

Sesuai dengan TR Kapolri pada 2 April 2010, Edmond digantikan oleh Wakadiv Humas Polri, Brigjen Pol Drs. Sulistyo Ishak[3].



IRJEN POL DRS . OEGROSENO
Sabtu, 27 Juni 2009
Yakin akan Kebenaran dalam Pelaksanaan Tugas
Sebagai anak ‘kolong’ yang dibesarkan dilingkup keluarga Polri, Brigjen Pol Drs Oegroseno selalu berpegang pada prinsip kebenaran. Ia tidak akan lari dari prinsip yang diyakininya benar walaupun menanggung risiko besar dan tidak populer.

Bagi tokoh-tokoh masyarakat Sulawesi Tengah khususnya yang berterlibat dalam penanganan masalah konflik Poso , nama Jenderal berbintang satu kelahiran Jakarta 17 Februari 1956 ini tidak asing lagi. Nama itu begitu akrab dengan mereka karena Oegroseno selalu ada disetiap penyelesaian konflik maupun peristiwa yang membawa korban jiwa dalam kasus ini sewaktu ia menjabat sebagai Kapolda Sulteng selama kurang lebih 17 bulan.

Dan ketika Kapolri Jenderal Pol Drs Bambang Hendarso Danuri mengeluarkan Surat Keputusan tentang mutasi pejabat tinggi dilingkup Mabes tertanggal 27 Januari lalu, nama Oegroseno tercantum sebagai Kepala Divisi Propam Polri menggantikan kakak kelasnya di Akpol, Inspektur Jenderal Pol Drs Alantin Sapta Mega Simanjuntak yang akan segera memasuki usia pensiun. Penunjukan ini dinilai sangat tepat karena Oegroseno sampai saat ini dikenal sebagai Jenderal berbintang satu yang punya dedikasi dan kemauan kerja yang sangat tinggi.

Selain itu ia dikenal sebagai perwira tinggi yang punya prinsip kerja keras dan sulit untuk membelokkan suatu masalah. Ia teguh dalam pendirian untuk menegakkan kebenaran sebagaimana sudah ditunjukkannya ketika ia menjabat sebagai Kapolres di Surabaya pada tahun l996 dan Kapolres KP3 Tanjung Priok. Bahkan hal yang sama ia tunjukkan ketika menjabat sebagai Wakapolda Bangka Belitung pada tahun 2005 dan sesudah itu menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Tengah. Kemampuannya yang brilian itu banyak pihak menilai putusan Kapolri menunjuk Oegroseno sebagai Kepala Divisi Propam Mabes Polri sangatlah tepat. Bahkan mantan Kepala Divisi Propam pertama yang juga mantan Kapolda Papua, Irjen Pol ( Purn) Drs Timbul Silaen menyebutkan, salah satu tugas yang diemban Divisi Propam Mabes Polri untuk mengawasi perilaku personil Polri dimungkinkan dapat di jalankan dengan baik oleh Oegroseno.

Sebab secara pribadi ia kenal baik dengan Jenderal berbintang satu ini yang dulunya merupakan bawahannya langsung. "Dimungkinkan Divisi n Propam Mabes Polri dalam menjalankan tugas dan perannya secara baik dibawah kepemimpinan Oegroseno", kata Timbul Silaen yang pensiun dari lingkup Polri sejak tahun 2005. Walaupun banyak pihak mengakui kemampuannya untuk dapat memimpin Divisi Propam, salah satu bagian tugas pengawasan di lingkup Polri tapi hal itu tidak membuat ia berbusung dada. Apalagi dalam promosi jabatan ini, pangkatnya akan naik setingkat lebih tinggi menjadi Jenderal berbintang dua ( Irjen). "Saya tetap seperti yang dulu ketika memulai tugas dilingkup Polda Metro Jaya pada tahun l978," tuturnya. "Tidak ada yang berubah". Tantangan tugas berat yang akan muncul dihadapannya akan dihadapinya sesuai dengan kemampuannya sambil berserah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia akan melaksanakan tugas sebagai Kepala Divisi Propam sesuai dengan ketentuan yang sudah digariskan oleh pimpinan Polri. Begitu akrabnya ia menangani kasus ini sehingga ia tidak tahu lagi berapa kali ia sudah bolak balik kota Palu dengan Poso yang berjarak ratusan kilometer selama ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah selama 17 bulan sejak 2005.Demikian juga dengan perjalanan bolak balik Palu- Jakarta dalam rangka menjelaskan kepada masyarakat maupun para petinggi pemerintahan yang di Ibukota Negara tentang kasus ini.

Belum lagi menemani para pejabat yang datang dari Jakarta dengan maksud ingin mengetahui perkembangan kasus ini yang pada waktu itu tiada hentinya berlangsung dan selalu membawa korban jiwa. Demikian banyaknya pejabat ingin mengetahui kasus ini secara rinci sehingga ia pun mirip sebagai juru bicara penanganan kasus ini. Satu persatu kronologis kasus itu dipaparkannya kepada pejabat yang datang dari Jakarta secara sempurna.Ia hafal diluar kepala peristiwa demi peristiwa dalam kasus ini dan cara penanganannya yang pada waktu itu dianggap kurang sempurna. Untuk itulah ia berkeras kepada Pemerintah agar dirinya diberi kesempatan menangani kasus ini secara profesional dengan tidak mengeksekusi lebih dahulu tiga orang pelaku yang sudah dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan dan berkekuatan tetap lewat putusan Mahkamah Agung. Ia menghendaki agar tiga terpidana mati masing-masing Fabianus Tibo, Dominggus Da Silva dan Marinus Riwu diperiksa intensif lagi sebelum eksekusi itu di jalankan.
Menurut Jenderal berbintang satu lulusan Akademi Kepolisian tahun l978, ada 16 nama yang disebut-sebut oleh ketiga terpidana mati diduga terlibat dalam kasus konflik ini sehingga peristiwanya terus berkepanjangan. Sepuluh dari nama yang disebutkan oleh ketiga terpidana mati itu, sudah berhasil ditangkap dan menjalani pemeriksaan. Sedangkan enam nama lainnya masih terus dicari karena mereka bersembunyi diluar kota Poso.

Keinginannya itulah membuat ia berkeyakinan, eksekusi terhadap ketiga terpidana mati ditunda dulu sampai para pelaku lainnya yang sedang dicari dapat ditemukan. Dengan tertangkapnya keenam yang disebut-sebut oleh terpidana mati maka diharapkan kasus konflik Poso dapat diungkap secara menyeluruh . Bukan sepotong-potong bagai tambal sulam dengan dieksekusi lebih dahulu terpidana mati. Dirinya sendiri sangat berkeinginan agar eksekusi mati itu dapat dijalankan sesegera mungkin asalkan ke enam nama yang sedang dicari sudah ditemukan dan diperiksa.

Siap Diganti
Dengan demikian dikemudian hari tidak ada rasa penyesalan maupun ketidak tahuan akan keseluruhan kasus konflik ini. Iapun siap mempertarukan jabatannya sebagai Kapolda Sulawesi Tengah jika keinginannya itu tidak direspon oleh Pemerintah. "Saya siap untuk diganti," ujarnya tegas ketika ditanya apakah dirinya tidak takut diganti karena mempertahankan keinginannya. Tidak lebih dari satu bulan dari pernyataannya itu, ia pun dinyatakan oleh Kapolri pada waktu itu, Jenderal Pol .Drs Sutanto ditarik ke Mabes Polri untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Pusat Informasi dan Pengelolaan Data Mabes Polri.

Jabatannya sebagai Kapolda Sulawesi Tengah diserahkan kepada adik kelasnya di Akademi Kepolisian, Kombes Pol Drs Bachrun Haiti Dan ketika ia menyerahkan jabatannya itu, satu pesan yang disampaikan kepada Kapolda baru agar secepatnya mencari ke enam pelaku yang disebut-sebut oleh tiga terpidana mati sebelum mereka dieksekusi oleh Pemerintah. Pesan itu dihormati oleh Kapolda baru sehingga akhirnya dapat dilaksanakan dan ketiga terpidana mati dieksekusi kemudian. Dan dari sana , konflik Poso dapat diselesaikan . Sekarang masyarakat Poso menikmati kedamaian itu,konflik sudah tidak ada lagi. Dan ketika serah terima jabatan selesai, Kapolri pada waktu itu, Jenderal Pol Drs Sutanto mengatakan, alih tugas yang dilakukan pada Kapolda Sulawesi Tengah dari Brigjen Pol Drs Oegroseno kepada Kombes Drs Haiti, merupakan hal lumrah. Tenaga pejabat lama sangat diperlukan di Mabes Polri sehingga tugasnya yang gemilang harus diserahkan kepada penggantinya yang lain. Tapi ketika masalah mutasi ini disangkut pautkan dengan penyalahgunaan uang operasional dalam rangka "Ops Lanto Dago" yang besarnya miliaran rupiah, Kapolri mengatakan hal itu tidak benar. Yang benar ,Oegroseno dan Wakil Kapolda Kombes Pol Drs Sjafei Aksal ditarik dari Polda Sulawesi Tengah karena tenaganya diperlukan di tempat lain. "Tidak ada masalah menyangkut mereka sehingga ditarik ke Mabes Polri," ujarnya.

Walaupun baru lebih setahun memimpin Polda Sulawesi Tengah dengan berbagai permasalahannya, Oegroseno dianggap berhasil melaksanakan tugasnya di daerah konflik ini. Itulah sebabnya ia kemudian ditarik ke Mabes Polri untuk memulai tugas baru sebagai Kepala Pusat Infolata Mabes Polri. Di tempat ini diharapkan ia bisa menunjukkan prestasinya yang lebih baik untuk memimpin dilingkup lainnya karena yang bersangkutan dinilai punya potensi yang luar biasa besarnya. Sebagai orang yang penuh percaya diri dalam melaksanakan tugasnya, Oegroseno kemudian melaksanakan pekerjaannya sebagai Kapus Infolahta Mabes Polri dengan baik selama lebih kurang 28 bulan. Hampir semua data Polri yang ada dapat dikumpulkan dan disajikan secara profesional jika diperlukan. Demikian pula pengelolaannya semua ditata dengan baik sehingga apapun data yang dicari menyangkut masalah Polri akan disajikan oleh jajaran Pusat Informasi dan Pengelolaan Data Mabes Polri secara profesional.



GORRIES MERE
26 September 2005
Timbul, Tenggelam, Timbul Lagi
JENDERAL bintang satu itu sepertinya ditakdirkan untuk akrab dengan media massa. Setelah tenggelam cukup lama, pekan lalu Gorries Mere kembali muncul di koran-koran. Kapolri Jenderal Sutanto menunjuknya sebagai Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri (Bareskrim), menggantikan Inspektur Jenderal Polisi John Lalo.

Selain naik jabatan, pria kelahiran Flores 17 November 1954 itu juga akan mendapat tambahan satu bintang di pundaknya. Sayang, ketika Tempo menghubunginya pekan lalu, Gorries menolak berkomentar tentang jabatan barunya itu. "Jangan ditulislah soal ini," katanya. Sebagai polisi, Gorries mendapat bekal pendidikan yang cukup. Lulus dari Akademi Kepolisian tahun 1976, dia menyelesaikan pendidikan di PTIK pada 1986 dan lulus Sekolah Staf Pimpinan Polri pada 1992. Dia juga pernah menimba ilmu pada Combat Intelligence and Counter-Disaster Course, di Royal Military College of Science, Inggris. Peristiwa penting dalam kariernya baru datang pada 1992, saat ia menjabat Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya.

Gorries berhasil menangkap Harnoko Dewantoro alias Oki, tersangka pembunuhan berantai yang bersembunyi di Los Angeles, Amerika Serikat. Nama Gorries jadi terkenal. Tapi kariernya tak langsung melejit. Pulang dari AS, dia berpindah-pindah tugas: ke Madura, Timor Timur, Nusa Tenggara Timur, kembali ke Jakarta menjadi Kepala Polisi Resor Jakarta Timur, hingga berlabuh di Direktur IV Narkoba Bareskrim Polri dengan pangkat brigadir jenderal. Pada saat masih menjabat Sekretaris Direktorat Reserse Polda Metro pada 1996, Gorries mendapat tugas yang kembali melambungkan namanya: memburu tersangka pengedar ekstasi Zarima Mirafsur. Kisah pengejaran Zarima itu sempat menjadi headline berbagai media massa nasional untuk beberapa lama. Sang ratu ekstasi akhirnya dibekuknya di dalam sebuah apartemen di Houston, Texas, AS.

Nama Gorries kembali menghilang hingga bom meledak di Bali pada 12 Oktober 2002. Da'i Bachtiar, ketika itu Kapolri, menugasinya membantu Kapolda Bali Irjen Polisi I Made Mangku Pastika mengusut para pelaku aksi teror itu. Padahal saat itu Gorries adalah Direktur IV Narkoba di Bareskrim Polri-tempat ia bersinggungan kerja dengan Sutanto, yang saat itu mengurusi Badan Narkotika Nasional.

Jaringan pelaku bom Bali akhirnya dapat diungkap. Gorries ambil bagian dalam memburu para tersangka. Gorries bahkan memimpin sendiri penangkapan Amrozi, sebulan setelah ledakan yang menelan korban jiwa 202 orang, 88 di antaranya warga Australia, itu. Pada 2003, Da'i membentuk Detasemen 88 Anti-Teror Polri, yang segera meng-ambil alih tugas penyelidikan bom Bali dan aksi terorisme lainnya. Anehnya, Gorries hanya menjadi salah satu penyidik dalam detasemen pimpinan Brigjen Pranowo itu. Belakangan, ketika polisi terus jadi sorotan akibat belum berhasil menangkap Dr Azahari dan Noordin M. Top, tersangka utama sejumlah pengeboman, Da'i kembali menugasi Gorries memimpin sebuah satuan tugas khusus.

Tapi hingga kini Noordin dan Azahari belum tertangkap. Gorries bukan tak beraksi. Dia sempat membawa Ali Imron ngopi di Starbuck Cafe, Plaza eX, Jakarta. Ada kabar, Noordin dan Azahari berada di kawasan Bundaran HI hari itu dan Ali dibawa untuk mengenali keduanya. Ta-pi, maksud baik itu berbuah duri: aksi Gorries itu dipergoki wartawan. Berita pun tersebar. Gorries dianggap melanggar aturan, dan Da'i mengembalikan Gor-ries ke tugas utamanya sebagai Direktur IV Narkoba Bareskrim. Tapi bukan Gorries kalau berdiam di belakang meja. Ia pernah pula diki-rim ke Los Angeles untuk mengejar tersangka pembobol BNI, Adrian Waworu-ntu. Dia juga yang bertugas melacak keber-adaan tersangka kasus BNI lainnya, Ma-ria Lumowa. April lalu, sebagai Direktur IV Narkotika Bareskrim Polri, Gorries memimpin sendiri penggerebek-an ke pabrik ekstasi besar di Jasinga, Bogor. Kini, di bawah pimpinan Kapolri Sutanto, bintang Gorries bersinar lagi. Kata mantan Kapolri Chaeruddin Ismail, "Dia memang berotak encer." Philipus Parera



KOMBES SISWANDI
Optimis, Indonesia Bebas Narkoba 2015                                
Rabu, 30 Juni 2010
DAMPAK negatif dari masuknya Indonesia dalam arus globalisasi adalah menguatnya kualitas dan kuantitas kejahatan. Mulai dari kejahatan konvensional sampai transnasional. Salah satu yang menjadi prioritas diperangi oleh Indonesia saat ini adalah kejahatan transnasional, yakni kejahatan peredaran narkoba antarnegara. Sebab, peredaran narkoba antarnegara ini telah menjadi perhatian dunia internasional sejak tahun 1909.

Bisa dibilang, sulit memang untuk membumihanguskan kejahatan peredaran narkoba antarnegara ini. Tetapi paling tidak, negara kita harus menjadi pioneer untuk hal itu.
Oleh karena itu, Direktorat Tindak Pidana Narkoba dan Kejahatan Terorganisir Bareskrim Polri di Hari Bhayangkara ke-64, bertekad menghadiahi masyarakat Indonesia dengan suatu tekad yang bulat memberantas habis peredaran narkoba antarnegara di tahun 2015.

Pertanyaannya, benarkah hal itu akan terjadi?  Sulit untuk menyakininya. Tetapi, melihat sosok Kombes Pol Siswandi, yang sudah melanglang buana ke seluruh dunia dalam melakukan tugasnya membasmi kejahatan narkoba antarnegara, bisa dipastikan target yang ditetapkan itu akan tercapai.

Berikut hasil wawancara Duta Masyarakat dengan Kepala Unit (Kanit) II Direktorat IV/TP. Narkoba dan KT Bareskrim Polri Kombes Pol Siswandi dalam hal memerangi kejahatan peredaran narkoba antarnegara dan targetnya yang sudah bulat itu.
Bagaimana Kabarnya Pak Sis (maksudnya Siswandi)?
Baik dan lelah. Saya baru pulang dari Afrika menelusuri jaringan peredaran narkoba dari sana.
Hasilnya memuaskan Pak?
Alhamdulillah. Kita dapat berdialog dan bertukar pikiran serta melakukan kerjasama dalam memerangi salah satu kejahatan dunia yang bisa menghancurkan generasi muda Indonesia ini.
Bapak yakin peredaran narkoba antarnegara ini dapat di kikis habis?
Sebagai pihak penegak hukum, ya harus memiliki keyakinan. Bagaimana rakyatnya, kalau penegak hukumnya saja tidak yakin. Ya, kita optimis lah. Dan lagi kalau saya tidak yakin sia-sia saja uang negara yang sudah dikeluarkan untuk menunjangb tugas saya keliling dunia.
Bapak tidak takut akan resiko mati?
Siswandi tertawa. Hidup mati manusia yang menentukan Allah SWT. Resiko yang saya ambil itu semata-mata diperbuat demi menyelamatkan anak bangsa dari belenggu narkoba.Dari itu sampai saat ini saya tidak pernah merasa puas dengan apa yang saya sudah perbuat. Semuanya belum berakhir, masih banyak tantangan yang kami akan hadapi.
Kan sudah banyak yang Bapak tangkap. Bahkan yang terakhir, tersangka pengedar dari Afrika Barat Bapak tembak mati?
Saya sendiri tidak ingat, sudah beberapa banyak yang kami tangkap. Tapi yang baru-baru ini kami tembak mati adalah UC alias RON (warga negara Afrika Barat). Dia berusaha kabur dan melawan saat diminta menunjukan tempat persembunyian temannya SMITH.
Kenapa mereka tidak kapok-kapok menjadikan sasaran Indonesia sebagai daerah tujuan. Padahal sudah ada yang ditembak mati?
Sudah banyak yang kami tembak mati. Mereka tidak kapok karena, Indonesia berpenduduk 200 juta lebih. Terbilang memiliki pintu-pintu masuk yang terbuka lebar. Hal ini membuat sindikat narkoba internasional kepincut menjadikan negara ini sebagai pasar potensial peredaran narkoba. Kenyataannya memang demikian. Terbukti di saat kita sibuk menangani yang dari Afrika, tiba-tiba muncul yang dari Iran.
Perncegahanannya Pak Sis?
Ya, kita minta kesungguhan kerjasama dasri instansi terkait. Seperti Bea dan Cukai (BC) dan pihak pengelola bandara. Karena kami tidak bisa masuk ring satu bandara, tetapi BC bisa, karena memiliki akses ke sana. Dari itu kami minta kesungguhan dan keseriusan mereka menyelamatkan anak bangsa dari kejahatan narkoba itu.
Memang ada pihak terkait yang ogah-ogahan membantu polisi memberantas narkoba?
Siswandi diam sejenak. Kami hanya berharap kerja sama yang sungguh-sungguh. Jangan sampai ada kongkalikong antara pejabat instasi dengan para pengedar narkoba. Penanganan pasca pengungkapan yang serampangan, mengakibatkan para Bandar dan pengedar jadi waspada.
Contohnya?
Beberapa waktu lalu, terjadi pengungkapan pengiriman narkoba lewat jasa cargo. Karena terburu nafsu, instansin yang mengungkap barang terlarang itu, langsung menggelar jumpa pers kepada media massa. Jadi, berselang sedikit saja, pengungkapan itu sudah diumumkan. Apa jadinya? Narkoba dengan jumlah cukup besar jadinya mandek di cargo bandara. Tidak ada yang berani ambil. Seperti ini yang namanya koordinasi harus dibenahi. 
Kelemahan lainnya?
Masih ada cargo penerbangan yang perlu dibenahi (tidak mau menyebut dimaksud, red). Lemahnya sistem pengamanan pada pintu-pintu masuk, dan ramahnya masyarakat Indonesia yang pada gilirannya dimanfaatkan oleh orang-orang Afrika yang berpenampilan glamour. Akhirnya orang Indonesia dijadikan istri dan langsung dijadikan kurir.
Dengan pemaparan Pak Sis yang terbilang sulit ini, apa target tahun 2015 terkejar?
Kami optimis. Yakin mampu. Apa lagi di tahun 1915 itu  dicanangkan Permerintah RI sebagai tahun Indonesia Bebas Narkoba (IBN). Jalan ke arah itu saat ini sudah kami lakukan. Terpenting koordinasi berjalan dengan baik. Semua pihak, termasuk instansi terkait sama bersungguhnya dengan Polri memberantas narkoba.
Selamat Ulang Tahun ke-64 Pak Sis?
Oke. Sama-sama. Terima Kasih. Sukses untuk Duta Masyarakat.
Biodata
Nama : Kombes Pol. Drs. Siswandi
Lahir : Medan, 5 Juli 1959
Kesatuan : Direktorat IV/TP. Narkoba dan KT Bareskrim Polri
Riwayat Jabatan
-       Inspektur Muda Akademi Kepolisian
-       Kapolsek Way Jepara Restro lampung Tengah, Sumbagsel
-       Kepala KPPP panjang Polwil Lampung Polda Sumbagsel
-       Kapolsek Tanjung Karang Barat, Sumbagsel
-       Kasat Serse Restra Bandar Lampung
-       Dik/Mahasiswa PTIK Angkatan 28. tahun 1991
-       Kasat Serse Polres Probolinggo Polda Jatim
-       Kasat Serse Restra Surabaya Selatan Polda Jatim
-       Kasubbagbin Ops Serse Ek Dit Serse Polda Jatim
-       Pabandya Skamtibmas Mabes ABRI
-       Kanit Narkotika Ditserse Polda Metro Jaya
-       Dik/Mahasiswa Sespim Pol Angkatan 34 tahun 1997
-       Kabag Narkotika Ditserse Polda kaltim
-       Kasat VC Dit Pidum Korserse Polri
-       Kasat Serse Polwiltabes Bandung
-       Kapolresta Cirebon
-       Kasubag Min Korta Sespati Polri sespimpol Lembang
-       Dik Sespati Angkatan 16b tahun 2009
-       Kanit II Dit. IV/TP Narkoba dan KT Bareskrim Polri.
Penugasan Luar negeri
1.China. 2. Malaysia. 3. Philipina. 4. Thailand. 5. Jepang. 6. Belanda. 7. Hongkong. 8. Singapura. 9. Kamboja.
10. Korea Selatan. 11. Vietnam. 12. Prancis. 13. Afrika. 14. dan negara lainnya.Penghargaan
2.Tahun 2008: International Professional Award 2008
3.Tahun 2009: Indonesian Professional And Educator Award 2009.
4.Tahun 2010: Indonesian Quality Development Award. (jak)


  
TITO KARNAVIAN
Lahir    26 Oktober 1964 Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
Agama             Islam
Tito Karnavian (lahir di Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia, 26 Oktober 1964; umur 46 tahun) adalah seorang perwira Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang berhasil membongkar jaringan teroris pimpinan Noordin Moch Top. Kombes Tito Karnavian naik pangkat menjadi Brigjen dan naik jabatan menjadi Kepala Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Tito Karnavian menggantikan Brigjen (Pol) Saut Usman Nasution, yang menjabat Direktur I Keamanan dan Transnasional Bareskrim Mabes Polri.

Latar Belakang
Tito Karnavian mengenyam pendidikan SMA Negeri 2 Palembang. Tito melanjutkan pendidikan Akabri tahun 1987. Tito menyelesaikan pendidikan di University of Exeter di Inggris tahun 1993 dan meraih gelar MA dalam bidang Police Studies, dan menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta tahun 1996 dan meraih S-1 dalam bidang Police Studies.
SD dan SMP Tito selalu bersekolah di Xaverius. Jelang SMA ia memilih SMA Negeri 2 Palembang. Tatkala duduk di kelas 3, Tito mulai mengikuti ujian perintis. Semua tes yang ia jalani lulus. Mulai dari Akabri, Hubungan Internasional di UGM, STAN, dan Kedokteran. "Empat-empatnya ia lulus. Tapi yang dipilih Akabri.

Pendidikan
SD Xaverius 4 Palembang
SMP Xaverius 2 Palembang
SMA Negeri 2 Palembang
Tito melanjutkan pendidikan Akabri tahun 1987. Tito menyelesaikan pendidikan di University of Exeter di Inggris tahun 1993 dan meraih gelar MA dalam bidang Police Studies, dan menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta tahun 1996 dan meraih S-1 dalam bidang Police Studies.
Tito Karnavian juga menyelesaikan pendidikan di Massey University Auckland di Selandia Baru tahun 1998 dalam bidang Strategic Studies, dan mengikuti pendidikan di Nanyang Technological University, Singapura, tahun 2008 sebagai kandidat PhD dalam bidang Strategic Studies.
Karier
Penangkapan Tommy Soeharto
Karier Tito dalam kepolisian cepat melesat berkat prestasi yang dicapainya. Tahun 2001, Tito yang memimpin Tim Kobra berhasil menangkap Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, putra (mantan) Presiden Soeharto. Berkat sukses menangkap Tommy, Tito termasuk polisi yang mendapat kenaikan pangkat luar biasa.
Densus 88
Tahun 2004, ketika Densus 88 Antiteror dibentuk untuk membongkar jaringan terorisme di Indonesia, Tito Karnavian yang saat itu menjabat Ajun Komisaris Besar (AKBP) memimpin tim yang terdiri dari 75 personel. Unit antiteror ini dibentuk oleh Kapolda Metro Jaya (waktu itu) Irjen Firman Gani.
Penangkapan Dr azhari
Tito juga termasuk polisi yang mendapat kenaikan pangkat luar biasa saat tergabung dalam tim Densus 88 Antiteror, yang melumpuhkan teroris Dr Azahari dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, 9 November 2005.
Konflik Poso
Densus 88 Antiteror juga berhasil menangkap 19 dari 29 warga Poso yang masuk dalam DPO di Kecamatan Poso Kota, 2 Januari 2007. Tito dan sejumlah perwira Polri lainnya juga sukses membongkar konflik Poso dan meringkus orang-orang yang terlibat di balik konflik tersebut.
Terbongkarnya jaringan terorisme di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, termasuk pengepungan teroris di Solo pada 17 September 2009 yang menewaskan empat orang, termasuk satu di antaranya Noordin Moch Top.
Kejeniusan Tito dalam mengendus keberadaan Noordin inilah yang membuat Tito Karnavian mendapat promosi kembali. Tito kini menjadi orang nomor satu dalam Densus 88, detasemen antiteror Mabes Polri. Lima tahun lalu, Tito yang berpangkat AKBP juga memimpin unit kecil antiteror ini, yang kemudian berkembang menjadi detasemen khusus.

03 Desember 2001
Ajun Komisaris Besar Tito Karnavian: "Menyerah di Bawah Todongan Senjata"
TITO Karnavian, Kepala Satuan Reserse Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya, kini relatif mudah dihubungi. Tapi, sebelum Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto ditangkap, ia begitu sulit ditemui. Tito jarang sekali berada di kantornya. Maklum, dialah yang mendapat tugas menangkap buron beken ini. Tito, 35 tahun, dengan pangkat komisaris (dulu mayor polisi) memimpin tim beranggotakan 23 orang. Mereka yang dipilih adalah polisi yang memiliki jam terbang tinggi dalam pengungkapan kasus kejahatan. Dalam empat bulan pertama tim bekerja, hasilnya nihil, yang membuat moril anggota tim sempat turun. Namun, Tito, alumni sekolah staf komando di Selandia Baru, mampu terus meyakinkan anggotanya. "Mengejar Tommy Soeharto mempertaruhkan citra polisi dan penegakan hukum," katanya. Tidak jarang isi kantongnya ia bagi kepada anggota tim.

Tujuannya agar anggota tim tetap berkonsentrasi. Kemampuan memotivasi anggotanya diakui Inspektur Satu Danang, salah satu anggota yang berhasil mencokok Tommy. "Kebersamaan dengan Komandan membuat kami bersemangat," katanya. Selama mengintai Tommy di Jalan Maleo, Bintaro, tak jarang Tito, pemegang gelar master ilmu kepolisian dari Inggris, tidur beralaskan tikar di pos komando (posko)-sebuah bangunan bekas bank yang ditutup-tak jauh dari tempat Tommy bersembunyi. Kini, atas keberhasilan tim tersebut menangkap Tommy, Kepala Kepolisian RI Jenderal S. Bimantoro (sehari sebelum menyerahkan jabatan kepada Jenderal Da'i Bachtiar) me-naikkan pangkat semua anggota tim. Jadilah Tito berpangkat ajun komisaris besar polisi. Lelaki kelahiran Palembang itu menjadi perwira termuda yang menyandang dua melati di pundaknya. Berikut ini wawancara Edy Budiyarso dari TEMPO dengan mahasiswa Program Doktoral Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia itu.

Banyak orang tidak percaya, kok, Tommy begitu mudah ditangkap? Penangkapannya mudah, pelacakannya rumit. Sebelum terungkap penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, informasi keberadaan Tango (Tommy Soeharto) masih gelap. Ada yang bilang Tommy di luar kota, bahkan di luar negeri. Ada juga yang menyebut ia dikawal pasukan bersenjata, dan macam-macam. Namun, dari empat orang yang bertemu dengan Tommy, yaitu Dedi, Dodi, Mulawarman, dan Hetty (semuanya menjadi tahanan), kami mendapatkan titik terang: Tango ada di Jakarta dan tidak dikawal. Dari mereka kami mendapatkan nomor-nomor telepon yang bisa dilacak dengan bantuan alat canggih yang kami sewa. Di mana Tommy bisa dilacak? Kami mendapati empat lokasi di Jakarta, yaitu Menteng, Pon-dokindah, Kemang, dan Pondokaren, Bintaro.

Kami juga mengetahui 20 nomor kontak yang selalu berhubungan dengan Tommy. Mereka inilah yang terus kami lacak dan kami buntuti. Katanya, polisi suatu waktu sudah tahu Tommy berada di Cendana. Mengapa tidak digerebek? Risikonya terlalu besar menggerebek di kompleks Cendana. Lokasinya terlalu luas. Satu rumah dengan rumah lain berhubungan. Kalau menggerebek, polisi harus menggeledah juga kamar Pak Harto. Juga ada risiko Tommy bisa lolos. Bagaimana polisi bisa tahu posisi Tommy? Dari empat lokasi, tinggal satu tempat yang belum kami ketahui, yaitu Bintaro. Di Menteng, selain kompleks Cendana, ada Apartemen Cemara. Di Pondokindah ada di Jalan Alam Segar. Di situ kami menemukan secarik alamat di Kemang. Di Kemang, tinggal Apartemen Puri Bukit Kemang, kamar nomor 5. Menurut satpam, kamar itu disewa seorang perempuan dengan temannya, laki-laki berewokan.

Saat kami sodorkan foto Tommy alias Ibrahim, satpam bilang ini orangnya. Tapi, sewaktu kami gerebek, kamar sudah kosong. Lalu bagaimana tahu Tommy ada di Bintaro? Sinyal telepon orang yang kami buntuti di Pejaten sering mengarah ke Sektor Sembilan Bintaro. Karena masih ada ribuan rumah di Bintaro, kami dibantu satpam, hansip, dan RT-RW mencari rumah kontrakan, rumah yang jarang didatangi penghuninya, dan rumah yang tidak jelas pemiliknya. Sebab, kami yakin ada kemiripan dengan rumah di Alam Segar, Pondokindah. Lalu, kami dapatkan lima rumah.

Dari lima rumah itu, kecurigaan mengarah ke Jalan Maleo Nomor 9. Jadi, kalau ada yang bilang ini rekayasa, mereka tak tahu saja. Lantas Anda membuka posko di dekat Jalan Maleo? Ya, kami menempati bangunan kosong, bekas bank yang dilikuidasi, persis di samping restoran McDonald's, sekitar 200 meter dari lokasi. Kami pantau terus rumah tersebut, juga kami sadap teleponnya. Dari telepon itu kami memastikan Tommy ada di dalam.

Apa benar tidak ada pengawal dan Tommy tanpa perlawanan saat ditangkap? Di rumah itu hanya ada Ibu Cana dan anaknya, Bil Haq. Saat ditangkap, Tommy sedang tiduran di kamar nomor 3. Dia kaget dan bingung saat ditodong dengan pistol. Bagaimana dengan pernyataan peng-acara Tommy yang menyebut Tommy menyerahkan diri? Tommy menghubungi pengacaranya ketika kami bawa. Di dalam mobil di daerah Pondokpinang, ia mengontak Elza dengan meminjam handphone polisi. Dia juga ingin menghubungi Tata, istrinya, tapi lupa nomornya. Tommy ditangkap, bukan menyerahkan diri. Ia menyerah di bawah todongan senjata.

Brigjen Pol. Drs. Wisjnu Amat Sastro, SH
Lahir pada 15 Oktober 1955
Pendidikan:
Umum:
-SD (1968)
- SMP (1971)
- SMA (1974)
- Fak Hukum (1989)
Polri:
-Akpol (1978)
- Akabri (1978)
- PTIK S-1 (1990)
- Seskoal (1995)
- Lemhanas (2006)
Kejuruan: Dikjur Das Pa Lantas

Riwayat Kepangkatan:
- Letda (1978)
- Lettu (1981)
- Sr Inspektur (Kapten) (1984)
- Ass Supt (Mayor Pol) (1990)
- Supt (Lekol Pol) (1995)
- Kombes Pol (2000)
- Brigjen Pol (2007)

Riwayat Jabatan:
- Kapolres Pasuruan (1998)
- Kapolres Metro Jakarta Utara (1999)
- Kaditserse Polda Maluku (2000)
- Kaditserse Polda Riau (2000)
- Kaditserse Polda Jawa Timur (2001)
- Kabiddaktium Korserse (2002)
- Kabid Daktium Pusident Bareskrim Polri (2003)
- Ses Pusident Bareskrim (2006)
- Dir Bintarlat Akpol (2007)

Tanda Jasa:
- Satya Lencana Karya Bakti (1990)
- Dwidya Sistha (1990)
- Satya Lencana Kesetiaan 8 Tahun (1990)
- Satya Lencana Kesetiaan 16 Tahun (1993)
- Satya Lencana Kesetiaan 24 Tahun (1993)
- Satya Lencana Yana Utama (2004)
- Bintang Bhayangkara Nararya (2004)